Langit adalah salah satu ciptaan Tuhan yang memiliki keindahan dan menyimpan sejuta keajaiban di dunia ini. Langit malam hari merupakan wujud kekayaan Tuhan yang ada di bumi ini. Hamparan bintang di langit menjadi salah satu pemandangan yang wajib kita nikmati. Di langit terdapat beraneka rupa benda langit. Benda langit merupakan objek yang sangat menarik untuk diteliti. Selain mendapatkan ilmu yang bermanfaat, kita juga akan mendapatkan kesenangan tersendiri, menyaksikan kekuasaan Tuhan.
Benda langit dapat tercipta karena Tuhan yang menciptakannya, dan juga ada benda langit yang buatan manusia. Tidak hanya terdiri dari bulan, bintang, satelit, meteor, dan sebagainya. Tapi, ada benda langit yang tidak banyak dikenal dan dipahami kegunaan atau bahayanya oleh orang awam, yaitu sampah antariksa.
Sampah antariksa merupakan benda langit buatan manusia yang sudah tidak memiliki manfaat yang berarti, bahkan lebih banyak bahayanya. Sampah antariksa meliputi pecahan satelit dan roket, satelit yang tidak berfungsi, benda-benda yang terlepas dari satelit dan roket, baik yang disengaja, mau pun tidak disengaja, seperti mur, penutup lensa, dan lain-lain.
Berdasarkan penelitian, komposisi sampah antariksa adalah sebagai berikut :
- 17% berupa bagian badan roket
- 19% sampah berhubungan dengan aktivitas misi di antariksa.
- 22% berupa pesawat antariksa atau satelit yang tidak berfungsi.
- 42% berupa pecahan-pecahan atau sisa komponen ( bahan baker, baterai, cat yang mengelupas. )
Sampah antariksa berjumlah 11.000 objek berukuran lebih dari 10cm, dan 100.000 objek berukuran antara 1-10cm. letak sampah antariksa yang paling banyak, terdapat pada kawasan orbit rendah ( 2.000 km di atas permukaan bumi ).
Menurut badan antariksa Eropa, ESA dalam situs esa multimedia.esa.int menyatakan bahwa, sejak diluncurkannya satelit buatan pertama Sputnik ( 4 Oktober 1957 hingga 1 Januari 2008 ). Secara total, sudah ada 6.000 satelit yang beredar di orbit bumi. Namun, hanya sekitar 800 satelit saja yang masih aktif, dan sekitar 5.200 satelit lainnya, turut menjadi sampah antariksa dan tinggal bersama serpihan-serpihan sisa ledakan pesawat antaiksa dan benda langit lainnya.
Ancaman Sampah Antariksa
Sampai akhir abad ke 20, benda antariksa buatan manusia, dari ketinggian kurang dari 2.000 km mencapai sekitar 2.000 ton. Dari jumlah itu, 95% digolongkan menjadi sampah antariksa, dengan jumlah satelit aktif sekitar 5%.
Objek-objek tersebut mengorbit bumi dan saling bertemu dengan kecepatan rata-ata 10km/detik ( 36.000km/jam ). Jika mereka mengalami tabrakan antara satu dengan lainnya, maka mereka aan hancur menjadi kepingan-kepingan yang lebih kecil. Pada tahun 1960, jumlah satelit yang pecah hanya 1 satelit per tahun. Tetapi, sejak tahun 1980, sudah mencapai 5 satelit yang pecah per tahun.
Diperkirakan lebih dari 40 juta potongan dari pecahan satelit atau roket sangat membahayakan satelit aktif karena tidak terdeteksi oleh jaringan radar saat ini. Sampah antariksa berukuran sangat kecil, jumlahnya semakin banyak. Padahal, sampah halus ini berdampak negatif bagi satelit aktif. Untuk sampah berukuran 0,01mm – 1cm berdampak serius, apalagi jika terkena bagian-bagian yang sensitive. Satelit mikro adalah salah satu satelit yang bertabrakan dengan sampah antariksa yang berukuran besar hingga mengalami kerusakan yang serius.
Kasus tabrakan sebuah satelit telekomunikasi milik AS dengan sebuah satelit tua Rusia yang sudah tak berfungsi lagi membuat para ilmuwan antariksa prihatin. Hal ini tentu saja menguatkan fakta bahwa benda-benda yang termasuk sampah antariksa itu sangat berbahaya.
Kasus kerusakan lainnya juga dialami oleh pesawat ulang alik Chalenger 1983. Kaca pelindung pesawat itu harus diganti karena ditemukannya serpihan cat yang menabraknya. Ukuran serpihan cat tersebut sangat kecil, hanya sekitar 0,3 mm. Tetapi, karena diperkirakan kecepatan serpihan cat itu sangat tinggi, sekitar 14.000 km/jam, maka hal ini cukup mengganggu.
Untuk kasus antenna teleskop antariksa Hubble yang mengalami kerusakan akibat tumbukan sampah antariksa juga menambah daftar panjang kasus yang disebabkan oleh sampah antariksa. Akibatnya timbul lubang berukuran 1,9 cm x 1,7 cm.
Sampah antariksa tidak hanya berakibat buruk bagi benda-benda langit lainnya, namun juga adanya kemungkinan sampah tersebut jatuh ke bumi. Semakin rendah posisi orbit satelit atau sampah antariksa, semakin cepat pula kemungkinan untuk jatuh ke permukaan bumi.
Masa hidup satelit atau sampah antariksa bertahan pada orbitnya sangat bergantung pada hambatan atmosfer. Semakin rendah ketinggian satelit, hambatan atmosfer semakin besar karena semakin rapat.
Aktivitas matahari juga berkaitan dengan sampah antariksa. Sampah antariksa jatuh ke bumi akibat terjadinya efek pemuaian atmosfer karena peningkatan intensitas sinar ultra violet. Peningkatan aktivitas matahari juga dapat menyebabkan kerapatan atmosfer meningkat dan hambatan terhadap satelit juga meningkat. Satelit yang berada disekitar 1000 km akan mengalami perlambatan gerak akibat peningkatan kerapatan atmosfer sehingga akhirnya jatuh ke bumi. Jadi bisa disimpulkan bahwa factor yang menentukan adalah ketinggian satelit saat terjadinya pemuaian atmosfer.
Ketika aktivitas matahri mulai lemah, satelit atau sampah antariksa di ketinggian 600 km, akan mampu bertahan selama puluhan tahun. Namun, jika matahari aktif, satelit dan sampah antariksa tersebut hanya mampu bertahan selama 1 tahun. Saat Skylab jatuh pada tahun 1979, peningkatan aktivitas matahari yang melebihi perkiraan awal yang mempengaruhinya.
Menambahnya jumlah benda antariksa buatan manusia dan populasi antariksa, membuat potensi jatuhnya benda langit semacam sampah antariksa semakin besar. Data pantauan jaringan radar menunjukkan, bahwa setiap 2-3 hari, ada bekas satelit, atau sampah antariksa yang jatuh ke bumi. Untuk benda yang berukuran besar dan memiliki bobot beberapa puluh ton, rata-rata 2 minggu sekali, ada saja yang jatuh.
Bisa saja jika benda itu jatuh di lapangan terbuka yang tak akan menimbulkan korban jiwa. Tapi bukan tidak mungkin jika benda tersebut jatuh tepat di rumah warga. Hal ini tentu saja akan membahayakan dan merugikan bagi warga. Meskipun benda langit berpotensi kecil untuk membahayakan bumi beserta isinya, namun tak ada salahnya jika kita waspada dan tanggap menghadapiny.
Berdasarkan penelitian, kemungkinan seorang manusia terkena benda langit yang jatuh adalah 1 : 1.000.000.000.000. Sedangkan kemungkinan yang ada pada pesawat terbang untuk terkena benda langit tersebut adalah 1 : 10.000.000.
Sampai sejauh ini, memang belum ada laporan orang atau barang yang terkena benda jatuh dari antariksa. Bila terkena, tentu saja dampaknya sangat hebat. Karena benda yang jatuh dari antariksa mempunyai kecepatan sampai puluhan bahkan ratusan km/jam.
Melihat grafik profil jumlah sampah antariksa yang jatuh ke bumi di http://www.dirgantara-lapan.or.id/matsa/ . Terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan jumlah sampah antariksa yang jatuh pada tahun 2008 dibanding tahun sebelumnya. Namun, peningkatan sampah antariksa ini tak ada hubungannya dengan aktivitas matahari yang sedang memasuki siklus ke-24. Sampah antariksa yang tercipta pada tahun 2008 dan berada pada ketinggian yang cukup rendah, yaitu sekitar di bawah 500 km, sebagian besar telah jatuh ke bumi.
Benda langit sebesar kelapa, pernah jatuh di lahan gambut, daerah Pontianak. Peristiwa yang terjadi pada tahun 2003 di Pontianak, jatuh ke bumi dan membuat lubang mencapai kedalaman 2 meter. Menurut peneliti astronomi dan astro fisika, Thomas Jamaludin, benda langit seperti meteorit atau sampah antariksa yang jatuh ke bumi mencapai sekitar 25 ribu ton setiap tahunnya.
Sampah antariksa yang berukuran sekitar 1-10 cm, adalah sampah antariksa yang paling berbahaya. Hal ini disebabkan karena pelindung satelit hanya bisa menahan benturan benda kecil berukuran 1 cm. Sedangkan untuk benda atau sampah antariksa yang berukuran lebih besar, sekitar 10 cm, umumnya masih bisa dideteksi oleh sistem patroli antariksa, sehingga jika sampah antariksa atau benda langit tersebut mulai mengancam satelit, maka stasiun pengendali dapat segera melakukan langkah-langkah penyelamatan agar tak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti terjadinya tabrakan antara satelit dan sampah antariksa.
Sampah antariksa tidak hanya mengganggu satelit, dan mengganggu teleskop antariksa, tetapi sampah antariksa juga berpotensi mengganggu kualitas hasil pengamatan dari bumi. Pada flat foto astronomi, terdapat goresan cahaya yang kemungkinan besar adalah ulah dari sampah antariksa. Sampai saat ini diketahui bahwa jumlah sampah antariksa yang terekam makin bertambah. Dikhawatirkan, dengan bertambahnya sampah antariksa yang ada di langit, akan mengganggu foto hasil pengamatan medan luas yang dipenuhi oleh goresan-goresan cahaya.
Gangguan akan adanya sampah antariksa juga dapat dirasakan pengamat bila pada saat pengukuran fotometrik terlintas cahaya sampah antariksa yang tepat masuk dalam medan pandang teleskop. Jika hal ini terjadi, hasil pengukuran menjadi sia-sia. Sampah antariksa berukuran sekitar 1 meter yang berada pada jarak orbit satelit geostasioner (sekitar 36.000 km) akan tampak seperti sebuah bintang sangat redup bermagnitudo 16.
Ini semua adalah suatu ancaman besar untuk kelangsungan hidup makhluk di bumi ini. Pengembangan teknologi untuk mengamati astronomi, mulai dikhawatirkan perkembangannya. Oleh karena itu, mereka kini harus bisa bersaing melawan pengembangan teknologi lainnya yang mulai mengancam secara perlahan. Jika sampah antariksa tidak dapat terkontrol lagi jumlahnya, maka kita yang hidup di bumi tidak akan mampu lagi untuk melihat dan mendengar isyarat-isyarat yang datang dari alam semesta.
The real solution
Dari beberapa sumber yang kami dapatkan ada beberapa cara untuk mengatasi sampah antariksa namun sebagian besar mengusulkan tentang pembersihan sampah dengan cara yang agak rumit dan biaya yang sangat mahal, sehingga sulit untuk merealisasikannya. Contohnya satelit gagal yang hampir menjadi sampah antariksa adalah satelit Palapa B2 saat peluncuran perdananya Februari 1984, satelit itu mengalami kerusakan teknis yang bekaiatan dengan motor apogee yang tidak berfungsi semestinya. Untungnya satelit gagal itu diambil kembali 10 bulan kemudian, oleh pesawak ulang alik dan bisa diperbaiki. Sehingga bisa diluncurkan kembali dan berfungsi, tapi biaya yang dikeluarkan cukup besar. Ada lagi breberapa cara seperti pencegahan pembuangan sampah yang harus dilakukan para perancang wahana antariksa. Sebaiknya benda-benda yang akan jadi sampah dibuang sebelum mencapai orbit, sehingga langsung jatuh ke bumi. Pencegahan juga dilakukan dengan mengurangi kemungkinan ledakan angkasa. Selain itu perlu dicari bahan bakar yang bebas debu, tidak seperti yang terjadi saat ini yang masih menyisakan debu halus alumunium oksida (Al3O2) .Bisa juga dengan merancang system untuk menjatuhkan sampah antariksa secara terencana atau membuang ke “zona sampah” pada akhir misinya. Langkah ini mempunyai dua tujuan sekaligus,menjamin keselamtan penghuni bumi jatuhkan sampah antariksa Menurut kami, sebelum sebuah benda langit buatan seperti satelit, roket dan benda lainnya dibuat, harus ada kejelasan tentang penggunaannya untuk apa, bahan-bahannya apa saja, pengujian terhadap benda langit itu bisa meminimalisir kegagalan fungsi karena jika gagal dapat berpotensi menjadi sampah anariksa baru, dan yang paling penting adalah benda tersebut akan diapakan setelah habis masanya, jangan sampai benda langit baru itu menjadi tambahan sampah yang menumpuk lagi di antariksa. Hal itu cukup logis dan bisa direalisasikan tanpa mengeluarkan biaya banyak, kesadaran akan pentingnya keamanan bumi menjadi tanggungjawab warga dunia, yang tidak pantas disandingkan dengan ego untuk membuat suatu benda yang belum tentu akan bermanfaat dan berguna.